Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor
Seperti
biasanya kuliah online ini dibuka oleh
Om Jay dengan sapaan yang khas.
Assalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat siang semuanya. Guru guru hebat
Indonesia.
waalaikum
salam warahmatullahi wabarakatuh
Siang
ini kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan dan pengalaman dari bapak Ukim
Komarudin.Yang ditulis melalui percakapan Via WA Group Belajar Menuli gelombang 9 yang dipandu oleh
ketua kelas kita Mr. Bams
Inilah
profil nara sumber kita :
Ukim Komarudin, Bekerja di labschool,
Lulus di SMP Labschool Kebayoran, SPGN Bogor, IKIP Jakarta, dan Universitas Negeri
Jakarta, dan menikah dengan Wiwin Badriyah
Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor
Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon
maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan
saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga
bermanfaat
Pertama, saya
berpikir, menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa
sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau
apapun bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat
saya. Saya tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya.
Saya juga tidak perduli dengan ragam
atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah
kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis.
Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu
yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa
adanya.
Selain menulis apa
adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait
pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus
dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh
menulis.
Hingga sampai suatu
hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal
ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus.
Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat
membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya
sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa
sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.
Karena komentar
tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam
semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam
kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang
dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh
karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh,
maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak."
Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan
yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu
itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah
menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya
buku mata pelajaran.
Mr. Bams dan
teman-teman yang kreatif,
Saya diinterview
terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran.
Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam
kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips
dan trik menerbitkan buku.
Saya banyak
mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan.
Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak
prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika saya menulis buku"menghimpun yang
Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah
ada, apakah buku saya punya nilai tambah
sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar,
"Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)?
dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa
diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa
orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu,
oleh-oleh pulang dari interview.
Jujur, ada jarak
agak lama berselang setelah kejadian itu. Saya menganggap perlu waktu untuk
menjernihkan pikiran. Untunglah manusia itu punya sahabat. Saya menceritakan
permasalahan yang saya rasakan kepada teman yang sudah menjadi penulis
"beneran". Hebatnya, beliau menceritakan bahwa pengalaman yang saya
dapatkan itu baik dan mestinya disyukuri. Ia kemudian menjelaskan tentang
proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada
pembaca. Ia menyudutkan saya dengan mengatakan bahwa sikap saya menyebabkan
tulisan saya hanya untuk sendiri. kalau pun nanti ada yang membaca itu hanya
segelintir orang saja. Itu berarti, saya minimal dalam memberi manfaat buat
orang lain atau istilah lainnya saya egois.
Saya yang tersadar
mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan tentang tim yang
akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan
bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang
menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya
itu, naskah saya sepertinya punya
potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya
saya memang harus dipoles di sana sini.
Jika nanti naskah
itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami
banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata
letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya
akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya.
Oleh-oleh itulah
yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal
yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan
pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor
menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi.
Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya
menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif
saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa
dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking
gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase
yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang
saya menulis bukan untuk hal tersebut.
Demikianlah saya
menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif
saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa
dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking
gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase
yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang
saya menulis bukan untuk hal tersebut.
Akhirnya, saya
mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan
terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah
jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan.
Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun
yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya
sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya
diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan
pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat
royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.
Peran saya kemudian
adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit
karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya
berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.
Ada beberapa
kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya
hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya
mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulahkira-kira.
mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya
jawab.
Demikian untuk
sementara, Mr. Bams.
Luar biasa, Om Ukim
bisa tarik nafas dulu y
Penjelasannya luar
biasa
Saat Sesi Tanya
Jawab
Pertanyaan saya akan
berikan kode P1 dan seterusnya, lalu Narasumber memberikan jawaban diaakhiri
dengan chat baris terakhir dengan hurur N
Sesi Pertanyaan
Assalamu'alaikum.
Saya Ratna Jumpa dari Sigli Aceh, ingin menanyakan kepada Bapak, bagaimana kriteria layak atau tidaknya sebuah buku
dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran. Trima kasih.
Ibu Ratna yang baik.
Memang ada kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait
buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: (1) menunjukkan penggunaan
pendekatan baru; (2) lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar
biasa; (4) Naskah renyah (enak dibaca);
dan diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik. N
Assalamualaikum Om
Ukim yg budiman, perkenalkan sy Syukri dari SMAN UNGGUL Dharmaraya Padang, saya
bertanya ttg pengalaman om Ukim dalam tulis menulis:
1. Jeda berapa lama
tulisannya mulai di lirik ?
2.
Media apa yang digunakan mempublish tulisan om pertama kali ?
3.
Gimana latar belakang buku guru juga manusia sehingga bisa
best seller, dan buku besy seller tsb
brp exsemplar laku dan brp oom dapat royalti dr buku tsb.(maaf agak privasi) ?
4. Dari awal mulai om menulis sanpai sekarang, ada ndak
berubah motivasi oom ukim dalam menulis?
5. Saat oom di
intervew sama siapa, dan apa hal yg sangat berkesan dari intervew tsb?
6. Keseharian om ukim
seperti apa kesibukannya?
7. Apakah buku karya
om ukim semua diterbitkan di mayor?
8. Buku mengumpulkan
yg berserK tsb berapa naskah semua, naskah mana yg paling berkesan dan berapa
lama munulis buku tsb.
9. Efek hanya
pertabyaan, ya jdnya pertanyaannya meng ular. Thanks.
Om Syukri yang
kreatif. Paling lama 6 bulan. Jika tidak ada kabar. Berpindah ke lain hati
(penerbit lain) atau naskah direvisi ulang. Saya menulis di buletin sekolah,
kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dst. Buku Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena
bantuan publikasi media sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk
buku berikutnya, saya mendapatkan berkah dari medsos itu. Saya tipe penulis.
Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya
terbitkan.
Saya memang bukan
tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya
saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa
sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga.
Yang interview dari
dulu sampai kini sudah saya tahu. Pasti dia editor. Dialah penentunya. Saya
sering berdoa, dan ternyata sering benar, "Dia lebih pintar dari
saya". Minimal soal membuat buku saya laku di pasaran.
Semua buku berkesan.
Dia seperti anak saya. Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat
luas. Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di
sudut kamarnya. Semuanya saya syukuri. Ia lahir dari saya, saya bangga atas
rezekinya.
Assalamu’alaikum Mr.
Bams. Mau tanya kepada Pak Ukim Komarudin
Jika menulis di
mayor di kasih waktu berapa lama untuk menulis setelah menyetorkan judul atau
setelah kontrak di berikan, apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit
mayor, akan di tawari kerja sama lagi setiap tahunnya?
Mohamad Soni Jombang
Pak Mohammad Soni
yang baik, ketika bertemu penerbit saya sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu
kita mulai bicara. Saya sering diminta menulis terus oleh beberapa penerbit
karena beberapa buku saya yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus.
mungkin sekarang sudah jilid belasan.
Masalahnya di pembagian waktu atau prioritas. kelemahannya juga ada di saya.
Pribadi saya kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya Bapak yang
sungguh-sungguh akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak berkenan membagi
waktu dan prioritas?
Saya ,Sri Budi
Handayani dari Gresik mau bertanya Bagaimana mengetahui gaya selingkung
penerbit.
Ibu Sri, saya
termasuk orang yang nggak mau belajar tentang itu. Bisa terkuras energi kita
jika memikirkan hal itu. Itu sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi,
ketika itu jadi duit, alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat konfirmasi
sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan menjual buku
saya. Silakan. Makan tuh rezeki saya semoga jadi amal yangdipakai kebaikan.
Saya kurang suka dengan hal-hal yang diluar jangkauan saya.
Pertanyaan pertama :
Saya dulu menulis banyak novel,dan cerpen tapi tidak sampai klimaks sudah
bosan.Bagaimana cara mengatasi nya?
Pertanyaan
kedua,saya suka menulis novel.Tapi,kenapa saya terus mengulang ulang kesalahan
yg sama. Misal tokoh terlalu banyak,jalan cerita mudah ketebak,bagaimana cara
mengatasi nya?
Pertanyaan
ketiga,saya mempunyai asisten penulis novel-->2 teman saya beda kelas dan
teman saya satu kelas.Alasan saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah
menulis novel di wattpad dan menjadi suka menggambar.Sehingga diharapkan agar
ceritaku bisa dilihat dari sudut pandang bayak orang,tapi apakah langkah itu
sudah betul?
Pertanyaan ke
empat,karena banyak orang yang membatu saya,apakah mereka disertakan dalam
bagian abstrak/pengenalan penulis,e…
Bapak siapa, ya?
Diduga Bapak salah memilih kategori ekspresi menulis. Bapak harus menempatkan
diri sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen.
Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek
karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh.
Ada yang disebut,
Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah
sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis
hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ,
kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana.
Saya tipe orang yang sering menyembunyikan karaya
jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya suka membuat kejutan dengan
membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran anak (karya) saya yang
mengejutkan.
Permasalahan penulis
pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak
jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya
Ambyar.
Tulis saja, nanti
ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka
menganggap tulisan bapak nggak laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak
apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari
dan dibenarkan orang.
Benar, Pak. Membaca
yang banyak dan siapa saja yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan
Penyayang. Kita akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan
lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti ... tapi dalam dunia imajinassi itu
sah. namanya terinspirasi oleh …
Nama : makhmud ,
Asal : gempol pasuruan
Boleh tanya pak ,
1. Saya baru akan
menulis buku , pengalaman bahan utk menulis sudah ada akan tetapi memulai
menulisnya kesulitan ,
Bagaimana memulai menulis buku yang bisa meyakinkan bagi
penulis .
Pak Makhmud yang
berani, Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip
ekspresi bentukannya seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke
perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi.
kadang-kadang, saya membeli buku atas tujuan seperti itu, Pak.
Tentang meyakinkan
memang dimulai dari Bapak dahulu. kalau Bapak kurang yakin, celakanya pembaca
juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi
minat Bapak. Dari situ, bapak punya standar sendiri.
Ass . wr wb. saya
hetty setyoningrum dari smpn 1 kaloran temanggung, jawa tengah...ingin bertanya
adakah tips dan trik agar kita bisa menjadi penulis produktif yang layak
diterbitkan? bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri dalam
menulis(memulainya)? terimakasih. wass.wr.wb
Sahabatku Hetty,
penulis yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga
akan mampu menulis. Saya setuju dengan
himbauan menulislah setiap hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita
berkualitas. Itu hukumnya, Het. Menulis
(produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).
Manulis saja.
Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita
terlecut menjadi lebih baik.
Yulus Roma - Tana
Toraja: Luar biasa pengalamannya pak, pertanyaan saya, apakah gaya bahasa
sehari-hari bapak tertuang persis sama dengan gaya menulis di buku? Bagaimana
mengolah bahasa sehari-hari agar renyah dibaca orang? Terima kasih.
Yulus yang baik,
pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya.
Yulus akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika
teman-teman Yulus memuji tulisan Yulus, maka di saat itulah kualitas naik ke
permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak
terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini
tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan
saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya Yulus."
Kesimpulan :
Ada kehebatan dari
seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang
lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk
pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap
hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN
SEJUMLAH KEBAIKAN.
Peresum :
Busahman
Mhn masukannya BPK ibu agar tulisan ini bs lebih baik
BalasHapusayo belajar menulis dari kisah pak ukim yg luar biasa, beliau sahabat baik omjay di labschool
BalasHapusOk insyaallah siap om, trmks
Hapus