Kamis, 07 Mei 2020

Beginilah Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor dari Bapak Ukim Komarudin


Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor


Seperti biasanya kuliah online ini  dibuka oleh Om Jay dengan sapaan yang khas.
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat siang semuanya. Guru guru hebat Indonesia.
waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Siang ini kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan dan pengalaman dari bapak Ukim Komarudin.Yang ditulis melalui percakapan Via WA Group  Belajar Menuli gelombang 9 yang dipandu oleh ketua kelas kita Mr. Bams
Inilah profil nara sumber kita :



Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor


Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga bermanfaat

Pertama, saya berpikir, menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli  dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.

Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis.

Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.
Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).

Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran.

Mr. Bams dan teman-teman yang kreatif,
Saya diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.


Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika  saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada,  apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.

Jujur, ada jarak agak lama berselang setelah kejadian itu. Saya menganggap perlu waktu untuk menjernihkan pikiran. Untunglah manusia itu punya sahabat. Saya menceritakan permasalahan yang saya rasakan kepada teman yang sudah menjadi penulis "beneran". Hebatnya, beliau menceritakan bahwa pengalaman yang saya dapatkan itu baik dan mestinya disyukuri. Ia kemudian menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Ia menyudutkan saya dengan mengatakan bahwa sikap saya menyebabkan tulisan saya hanya untuk sendiri. kalau pun nanti ada yang membaca itu hanya segelintir orang saja. Itu berarti, saya minimal dalam memberi manfaat buat orang lain atau istilah lainnya saya egois.

Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya  punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini.

Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya.

Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.

Demikianlah saya menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak,  yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut.

Demikianlah saya menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak,  yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut.

Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.

Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.

Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulahkira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.

Demikian untuk sementara, Mr. Bams.
Luar biasa, Om Ukim bisa tarik nafas dulu y
Penjelasannya luar biasa

Saat Sesi Tanya Jawab
Pertanyaan saya akan berikan kode P1 dan seterusnya, lalu Narasumber memberikan jawaban diaakhiri dengan chat baris terakhir dengan hurur N

Sesi Pertanyaan
Assalamu'alaikum. Saya Ratna Jumpa dari Sigli Aceh, ingin menanyakan kepada Bapak, bagaimana  kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran. Trima kasih.

Ibu Ratna yang baik. Memang ada kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: (1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2) lebih lengkap; (3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah renyah (enak dibaca);  dan diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik. N

Assalamualaikum Om Ukim yg budiman, perkenalkan sy Syukri dari SMAN UNGGUL Dharmaraya Padang, saya bertanya ttg pengalaman om Ukim dalam tulis menulis:
1.      Jeda berapa lama tulisannya mulai di lirik ?
2.      Media apa yang digunakan  mempublish tulisan om pertama kali ?
3.      Gimana latar belakang buku guru juga manusia sehingga bisa best seller,  dan buku besy seller tsb brp exsemplar laku dan brp oom dapat royalti dr buku tsb.(maaf agak privasi) ?
4. Dari awal mulai om menulis sanpai sekarang, ada ndak berubah motivasi oom ukim dalam menulis?
5.  Saat  oom di intervew sama siapa, dan apa hal yg sangat berkesan dari intervew tsb?
6.  Keseharian  om ukim seperti apa kesibukannya?
7.   Apakah  buku karya om ukim semua diterbitkan di mayor?
8.  Buku  mengumpulkan yg berserK tsb berapa naskah semua, naskah mana yg paling berkesan dan berapa lama munulis buku tsb.
9. Efek hanya pertabyaan, ya jdnya pertanyaannya meng ular. Thanks.

Om Syukri yang kreatif. Paling lama 6 bulan. Jika tidak ada kabar. Berpindah ke lain hati (penerbit lain) atau naskah direvisi ulang. Saya menulis di buletin sekolah, kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dst. Buku  Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena bantuan publikasi media sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, saya mendapatkan berkah dari medsos itu. Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan.

Saya memang bukan tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga.
Yang interview dari dulu sampai kini sudah saya tahu. Pasti dia editor. Dialah penentunya. Saya sering berdoa, dan ternyata sering benar, "Dia lebih pintar dari saya". Minimal soal membuat buku saya laku di pasaran.

Semua buku berkesan. Dia seperti anak saya. Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya saya syukuri. Ia lahir dari saya, saya bangga atas rezekinya.

Assalamu’alaikum Mr. Bams. Mau tanya kepada Pak Ukim Komarudin
Jika menulis di mayor di kasih waktu berapa lama untuk menulis setelah menyetorkan judul atau setelah kontrak di berikan, apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit mayor, akan di tawari kerja sama lagi setiap tahunnya?
Mohamad Soni Jombang


Pak Mohammad Soni yang baik, ketika bertemu penerbit saya sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu kita mulai bicara. Saya sering diminta menulis terus oleh beberapa penerbit karena beberapa buku saya yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus. mungkin sekarang sudah jilid  belasan. Masalahnya di pembagian waktu atau prioritas. kelemahannya juga ada di saya. Pribadi saya kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya Bapak yang sungguh-sungguh akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak berkenan membagi waktu dan prioritas?

Saya ,Sri Budi Handayani dari Gresik mau bertanya Bagaimana mengetahui gaya selingkung penerbit.

Ibu Sri, saya termasuk orang yang nggak mau belajar tentang itu. Bisa terkuras energi kita jika memikirkan hal itu. Itu sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi, ketika itu jadi duit, alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat konfirmasi sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan menjual buku saya. Silakan. Makan tuh rezeki saya semoga jadi amal yangdipakai kebaikan. Saya kurang suka dengan hal-hal yang diluar jangkauan saya.

Pertanyaan pertama : Saya dulu menulis banyak novel,dan cerpen tapi tidak sampai klimaks sudah bosan.Bagaimana cara mengatasi nya?
Pertanyaan kedua,saya suka menulis novel.Tapi,kenapa saya terus mengulang ulang kesalahan yg sama. Misal tokoh terlalu banyak,jalan cerita mudah ketebak,bagaimana cara mengatasi nya?
Pertanyaan ketiga,saya mempunyai asisten penulis novel-->2 teman saya beda kelas dan teman saya satu kelas.Alasan saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah menulis novel di wattpad dan menjadi suka menggambar.Sehingga diharapkan agar ceritaku bisa dilihat dari sudut pandang bayak orang,tapi apakah langkah itu sudah betul?
Pertanyaan ke empat,karena banyak orang yang membatu saya,apakah mereka disertakan dalam bagian abstrak/pengenalan penulis,e…

Bapak siapa, ya? Diduga Bapak salah memilih kategori ekspresi menulis. Bapak harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh.

Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana.

Saya  tipe orang yang sering menyembunyikan karaya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran anak (karya) saya yang mengejutkan.

Permasalahan penulis pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya Ambyar.
Tulis saja, nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka menganggap tulisan bapak nggak laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang.

Benar, Pak. Membaca yang banyak dan siapa saja yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Kita akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti ... tapi dalam dunia imajinassi itu sah. namanya terinspirasi oleh …


Nama : makhmud , Asal : gempol pasuruan
Boleh tanya pak ,
1. Saya baru akan menulis buku , pengalaman bahan utk menulis sudah ada akan tetapi memulai menulisnya kesulitan ,
Bagaimana  memulai menulis buku yang bisa meyakinkan bagi penulis .

Pak Makhmud yang berani, Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas tujuan seperti itu, Pak.
Tentang meyakinkan memang dimulai dari Bapak dahulu. kalau Bapak kurang yakin, celakanya pembaca juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat Bapak. Dari situ, bapak punya standar sendiri.

Ass . wr wb. saya hetty setyoningrum dari smpn 1 kaloran temanggung, jawa tengah...ingin bertanya adakah tips dan trik agar kita bisa menjadi penulis produktif yang layak diterbitkan? bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri dalam menulis(memulainya)? terimakasih. wass.wr.wb

Sahabatku Hetty, penulis yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Saya setuju  dengan himbauan menulislah setiap hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas.  Itu hukumnya, Het. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).
Manulis saja. Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.

Yulus Roma - Tana Toraja: Luar biasa pengalamannya pak, pertanyaan saya, apakah gaya bahasa sehari-hari bapak tertuang persis sama dengan gaya menulis di buku? Bagaimana mengolah bahasa sehari-hari agar renyah dibaca orang? Terima kasih.

Yulus yang baik, pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Yulus akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman Yulus memuji tulisan Yulus, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya Yulus."

Kesimpulan :
Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.

Peresum :

Busahman



3 komentar:

  1. Mhn masukannya BPK ibu agar tulisan ini bs lebih baik

    BalasHapus
  2. ayo belajar menulis dari kisah pak ukim yg luar biasa, beliau sahabat baik omjay di labschool

    BalasHapus